Selasa, 09 April 2013

Anak Semua Bangsa


Review Tetralogi Buru “Anak Semua Bangsa”


Tetralogi Buru, adalah sebuah roman karya Pramoedya Ananta Toer yang dimaksudkan untuk mengisi kesusastraan yang di periode itu masih sangat minim. Tertralogi ini dibagi dalam 4 buku, masing-masing berjudul Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca.
            Karya yang dihasilkan oleh Pramoedya Ananta Toer ini ditulis saat beliau berada di penjara. Pramoedya Ananta Toer lahir pada tahun 1925 di kota Blora Jawa Tengah. Keadaan yang mengaruskannya berada di dalam penjara tidak mematahkan semangat dan kesenangannya dalam menulis. Penjara seakan tidak membuatnya gentar. Ia menganggap bahwa menulis meupakan tugas pribadi dan nasional. Ia tidak menyerah walaupun karnyaya dilarang dan dibakar.
            Selama ini, melalui tangannya telah ia hasilkan lebih dari 50 karya dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 42 bahasa asing. Bahkan, beliau banyak sekali dianugrahkan penghargaan-penghargaan internasional, dimana sampai akhir hidupnya beliau adalah satu-satunya wakil dari Indonesia yang namanya masuk berkali-kali dalam daftar Kandidat Pemenang Nobel Sastra.
            Seperti yang saya cantumkan diatas, Tetralogi Buru ini dibagi menjadi 4 bagian. Dimana pengambilan latar tentang cikal bakal Negara Indonesia di akhir abad 19 dan awal abad 20. Dan dalam tulisan saya ini, saya akan mencoba untuk mereview mengenai salah satu Tetralogi Buru yaitu Anak Semua Bangsa.
            Sekuel kedua dari Tetralogi Buru ini masih mengisahkan Minke, seorang pemuda pribumi yang masih memiliki darah bangsawan dengan menyandang gelar Raden Mas. Di akhir sekuel pertamanya, yaitu Bumi Manusia, dikisahkan kepergian Annelies ke Nederland karena keterpaksaan dan tipu muslihat dari Ir. Mellema. Kepergian Annelies membawa perasaan yang sangat mendalam bagi Minke. Bagaimana tidak? Keadaan Annelies yang sedang jatuh sakit dan diharuskan mengikuti perjalanan jauh ke Nederland dengan kapal laut membuatnya khawatir. Ditambah lagi, kepergian Annelies ke Nederland tanpa ijin dan perasaan rela dari Minke, Mama (mertua Mnke atau ibu dari Annelies).
            Perasaan inilah yang membuat Mama sangat khawatir dengan keadaan anaknya itu. Beliau menugaskan seseorang bernama Pandji Darman untuk terus menjaga Annelies. Akan tetapi, hal yang buruk terjadi. Keadaan Annelies yang semakin buruk membuatnya sangat lemah dan tertutup hatinya untuk mau berbicara dengan orang lain. Hal inilah yang menyulitkan Pandji untuk menemani dan menjaga Annalies. Perawat yang menjaga Annelies terkesan acuh terhadap pasiennya, sehingga hanya Pandji Darman yang dengan suka rela merawat dan menjaga Annelies.
            Ketika sampai di Nederland, sebenarnya tugas Pandji Darman hanya mengantarkan Annelies sampai di Nederland. Tetapi karena rasa tak tega dank arena Pandji Darman mengenal sosok Mama yang sangat baik padanya membuatnya tak sampai hati untuk meninggalkan Annelies seorang diri di negeri dan orang yang asing bagi dirinya.
            Mulanya Pandji mengira Annelies dibawa ke rumah sakit untuk dirawat. Tetapi ketika sampai di stasiun, yang menjemput adalah seorang wanita dan membawanya ke sebuah rumah terpencil di perkebunan. Annelies ditempatnkan di sebuah loteng yang dipaksakan menjadi kamar yang sungguh sangat tidak baik bagi kesehatannya yang sedang buruk. Karena kondisi inilah Annelies meninggal dunia tanpa ditangani seorang dokterpun.
            Dengan membawa kabar duka ini, Pandji Darman kembali ke Hindia (Indonesia). Sebelumnya, Pandji telah mengabarkan berita ini kepada Minke dan Mama yang tentu saja sangat berduka mengenai kepergian anak dan istri tercintanya. Ditambah lagi, tidak dalam penanganan yang layak seperti janji dari Ir. Mellema.
            Mendengar berita tersebut Minke dan Mama sangat sedih dan berduka. Ditambah lagi munculnya masalah di pengadilan mengenai hak kekayaan dari Mama yang hak warisnya, setelah anak-anaknya meninggal jatuh ke tangan Ir. Mellema. Mendengar hal itu Mama segera bertindak. Mama tidak ingin semua yang talah dibangunnya harus diserahkan begitu saja kepada anak dari suaminya dai istri pertamanya yang merupakan seorang Belanda asli.
            Kalah di pengadilan, membuatnya harus mengerahkan jurus terakhir. Disuruhnya Minke untuk meminta bantuan Jean Marais dan Kommer untuk membantunya dalam mengangani Ir. Mellema yang hendak mengusirnya dari rumah hasil keringatnya sendiri. Jean Marais adalah sahabat Minke dan seorang pelukis asal Prancis yang telah lama mengenal keluarga Annelies. Sedangkan Kommer adalah seorang jurnalis yang bekerja di Koran asal Semarang yang merupakan teman dari Jean Marais.
            Tidak lupa Darsam, seorang keturunan Madura yang telah mengikuti Mama sajak Annelies masih kecil dan telah lama pula mendampingi Mama di perusahaan yang dibangunnya tersebut.
            Ketika Ir. Mellema dating ke rumah Mama hendak mengusirnya dari rumah itu, serangan dimulai. Tidak dengan senjata, melainkan dengan kata-kata. Ya, itulah serangan dan jurus terakhir Mama, perang kata. Ir. Mellema dicecar habis-habisan yang dianggap tidak tahu malu mengambil seenaknya harta yang telah susah payah dimiliki Mama dengan jerih payahnya sendiri, tanpa campur tangan dari mendiang suaminya, yaitu ayah Ir. Mellema.
            Dengan senjata pamungkas, dikuakkan juga penyebab kematian Annelies karena tindakan Ir. Mellema yang terkesan menelantarkan Annelies yang sedang sakit begitu saja di sebuah rumah yang sangat tidak layak untuk orang yang sedang sakit.
            Mendengar serang yang bertubi-tubi dan memang benar semua yang dikatakan itu, membuatnya harus mundur. Kewibawaan Ir. Mellema yang merupakan Angakatan Laut itu hilang sudah setelah mendengar cercaan dari para pembela Mama. Sehingga mau tidak mau Ir. Mellema harus mengakui kekalahannya dan mundur untuk mengusir Mama dari perusahaan yang memang semestinya adalah hak Mama sendiri.
            Demikianlah revieuw dari bagian kedua dari Tetralogi Buru : “Anak Semua Bangsa”. Jika ingin membacanya dan bila yang sudah membacnya ingin membaca lagi, karya ini sungguh sangat kaya dengan nilai-nilai kemanusian yang sangat apik tersusun dari keindahan kata-kata oleh Pramoedya Ananta Toer. Semoga buku ini selalu menginspirasi kita dan membuat kita mau berfikir dan merenungi setiap kata dan perbuatan yang kita lakukan.
Terima kasih.

persepolis


Revieuw mengenai Film animasi Prancis “Persepolis”


            Sebelumnya, saya sangat mengapresiasi bentuk rekonstruksi yang lain dari sejarah. Biasanya kita dihadapkan dengan arsip, buku, tulisan, catatan peta dan sebagainya, kali ini saya dihadapkan dengan rekonstruksi sejarah melalui animasi. Memang beda dan sangat menarik sekali untuk diinspirasi.
            Dalam tulisan ini, saya ingin mengutarakan pendapat saya setelah melihat animasi yang berasal dari Perancis tersebut. Animasi itu menceritakan tentang permasalahan yang terjadi di Iran yang didalamanya terjadi konflik terutama konflik agamanya.  Di dalam animasi ini diwujudkan dalam animasi tentang penggambaran kehidupan seorang anak Komunis yang harus melarikan diri ke Iran dimana mayoritas adlaah penduduk Muslim.
            Dapat dirasakan emosi dari para tokoh dalam animasi itu. Rasa terkekangnya, ketakutkan, kesedihan terpampang nyata dalam animasi ini. Akan tetapi, yang saya sayangkan, menurut saya kurang jelasnya latar dan periode dari tema ini dan alur maju mundurnya yang membingungkan saya sebagai penikmat animasi. Mungkin ini bagi saya, yang biasanya melihat anime, sebuah animasi karya negeri sakura yang sangat berbeda dari animasi ini. Tetapi, bila animasi ini disuguhkan kepada masyarakat awam akan membingungkan mereka.
            Sebagai penikmat animasi, tontonan ini masih kurang untuk dipahami bagi orang awam. Akan tetapi, untuk sejarawan, animasi ini merupakan bentuk rekontruksi baru yang digunakan untuk menceritakan keadaan di masa lampau secara animasi. Jika dilihat dari dua sisi, sebagai penikmat animasi, dan sejarawan (walaupun masih dalam taraf belajar) animasi sudah sangat baik sebagai permulaan. Bagi saya, sejarah itu harus dapat dibaca, dipahami,dipelajari, dilihat dan dinikmati dari seluruh lapisan masyarakat. Tidak mungkin kita memilih-milih orang untuk mempelajari sejarah. Dan bagi masyarakat yang baru belajar, jika langsung dicekoki informasi berat seperti dalam animasi ini mungkin akan bosan dan bisa jadi urung niatnya untuk mempelajari sejarah yang ditampilkan dalam animasi ini lebih lanjut.
            Jujur saja, pada mulanya saya juga awam dengan sejarah. Mulanya saya menyukai sejarah dari film-film perang dimana latar yang diambil adalah zaman kuno yang merupakan salah satu bagian dari sejarah. Berdasarkan kenikmatan dalam menonton film itulah yang mambuat saya menjadi penasaran dan ingin tahu mengenai peristiwa yang sesungguhnya bukan dari film yang saya tonton tersebut.
Hal seperti inilah yang saya inginkan terjadi di masyarakat saat ini. Melalui film serta animasi dengan unsure sejarah yang    dibuat sedemikian rupa sehingga penikmatnya dapat mengikuti film animasi tersebut. Mungkin bagi sejarawan animasi ini sangat baik dan bisa dijadikan sebagai bentuk rekonstruksi baru. Tetapi, bagi orang awam, animasi ini sangat berat dan tidak menarik minat bagi masyarakat umum. Dan apabila masyarakat tidak dibuat tertarik dengan sejarah, bagaimana majunya bangsa jika tidak adanya lagi tingkat kesadaran tentang pentingnya mempelajari sejarah.
Mungkin ini saja yang ingin saya kritik dari animasi ini. Mungkin jika animasi ini dibuat dengan sedikit menarik tetapi tidak mengilangkan unsure sejarahnya akan membuat orang awam mampu menikmati animasi ini. Ini hanya pendapat saya, karena saya merasa tiap orang berhak untuk diberikan hiburan dan pengetahuan yang berguna tanpa terkecuali           . Dan apabila kedua hal tersebut bisa dijadikan dan dileburkan menjadi satu mengapa tidak?